Pengejaran yang Mengubah Hidup

 Pengejaran yang Mengubah Hidup


Amsal 2:4–5

Jika engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah.


Setiap manusia sedang mengejar sesuatu.  Ada yang mengejar karier, ada yang mengejar pengakuan, dan ada yang mengejar rasa aman.  Dunia modern memacu kita untuk terus berlari, terus bekerja, terus membuktikan diri.  Namun di tengah hiruk-pikuk kehidupan, Amsal 2:4–5 menghadirkan sebuah ajakan yang kontras: bukan untuk berhenti mengejar, tetapi untuk mengalihkan arah pengejaran

Bukan lagi sekadar mengejar hal-hal yang tampak, melainkan mengejar sesuatu yang jauh lebih berharga—hikmat dari Tuhan.

Hikmat dalam pengertian Alkitab bukan sekadar kecerdasan atau kepandaian.  Hikmat adalah kemampuan untuk melihat hidup dari sudut pandang Allah dan berjalan sesuai dengan kehendak-Nya.  Karena itu, hikmat tidak bisa diperoleh dengan sekadar membaca banyak buku atau mengumpulkan pengalaman hidup.  Hikmat adalah hasil dari hubungan yang intim dengan Tuhan, dan karenanya, pencariannya harus dilakukan dengan hati yang sungguh-sungguh. 

Amsal menggambarkan pencarian ini seperti mencari perak dan mengejar harta terpendam—sesuatu yang bernilai tinggi, tetapi memerlukan usaha dan pengorbanan untuk ditemukan.  Bukan sesuatu yang mudah untuk dijalani dengan konsisten, tetapi sangat berharga.

Mengejar hikmat berarti menjadikan Tuhan pusat dari segala pencarian kita.  Banyak orang berkata ingin hidup bijaksana, tetapi enggan membayar harga untuk itu.  Padahal, hikmat tidak datang dengan mudah.  Dibutuhkan kerendahan hati untuk diajar, ketekunan untuk menggali firman-Nya, dan keberanian untuk membiarkan kebenaran mengoreksi cara pandang kita. 

Seperti penambang yang menggali tanah dengan sabar untuk menemukan perak, demikian pula kita harus menggali firman Tuhan dengan tekun. 

Setiap doa, setiap perenungan, dan setiap ketaatan kecil adalah bagian dari proses menemukan hikmat ilahi.

Buah dari pencarian itu bukan hanya pengetahuan, melainkan pengertian tentang takut akan Tuhan.  Dalam dunia yang sering menolak otoritas ilahi, konsep “takut akan Tuhan” sering disalahpahami.  Takut di sini bukan rasa ngeri yang membuat kita menjauh, melainkan rasa hormat yang mendalam terhadap kekudusan dan kebesaran-Nya.  Takut akan Tuhan berarti menyadari bahwa hidup ini berada di bawah pengawasan dan kasih karunia-Nya, sehingga kita belajar berjalan dengan penuh hormat, hati-hati, dan setia.  Inilah awal dari segala hikmat—sikap hati yang mengakui bahwa Tuhan adalah pusat segala sesuatu.

Dan dari rasa takut yang benar itulah lahir pengenalan akan Allah.  Pengenalan ini bukan sekadar tahu tentang Tuhan, tetapi mengenal Dia secara pribadi—seperti sahabat yang memahami isi hati sahabatnya.  Pengenalan akan Allah mengubah cara kita melihat hidup.  Masalah tidak lagi terasa menakutkan, karena kita tahu siapa yang memegang kendali.  Keputusan-keputusan besar tidak lagi didorong oleh ambisi, tetapi oleh keinginan untuk menyenangkan hati-Nya.  Di sinilah letak keindahan pengejaran hikmat: ia membawa kita bukan hanya pada kebijaksanaan, tetapi pada keintiman dengan Sang Pemberi Hikmat itu sendiri.

Pengejaran seperti ini memang tidak instan.  Ia menuntut waktu, kesabaran, dan ketekunan.  Tetapi hasilnya melampaui semua pencapaian dunia.  Ketika seseorang sungguh-sungguh mengejar Tuhan, hidupnya berubah dari dalam. Ia menjadi lebih tenang di tengah badai, lebih sabar dalam penantian, lebih bijak dalam berkata dan bertindak.  

Hikmat membuat seseorang tidak lagi dikuasai oleh situasi, karena hatinya berakar pada pengenalan akan Allah yang kekal. 

Inilah pengejaran yang mengubah hidup—perjalanan iman yang mengarahkan seluruh keberadaan kita untuk menemukan nilai yang sejati di dalam Tuhan.

Karena itu, renungkanlah: seberapa serius kita mengejar hikmat dibandingkan dengan hal-hal lain dalam hidup?  Apakah kita menggali firman Tuhan dengan semangat yang sama seperti kita mengejar impian pribadi?  Apakah kita mencari hadirat-Nya dengan ketekunan yang sama seperti kita mengejar keberhasilan duniawi? 

Tuhan menjanjikan bahwa siapa yang mencari akan menemukan, tetapi janji itu hanya berlaku bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari.  Hikmat tidak diberikan kepada hati yang setengah-setengah, tetapi kepada mereka yang rindu mengenal Dia sepenuh hati.

Kiranya hari ini kita diarahkan kembali untuk mengejar hal yang benar.  

Karena dunia mungkin memuji mereka yang sukses secara lahiriah, tetapi surga menghargai mereka yang hatinya terus mencari Tuhan. 

Ketika hikmat ilahi menjadi tujuan utama hidup kita, maka segala hal lain akan menemukan tempatnya dengan tepat.  Dalam hikmat, kita menemukan kedamaian; dalam pengenalan akan Allah, kita menemukan makna hidup yang sejati.


"Hikmat tidak ditemukan di permukaan;
ia tersembunyi dalam kedalaman pencarian yang tulus dan hati yang lapar akan Tuhan."


Lukas Onggo Wijaya

A Happy learner, a happy reader, and a happy writer

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Recent in Technology