Hancur Karena Tidak Perduli
Amsal 1:32-33
Ada sesuatu yang menakutkan namun jujur dalam ayat ini: kehancuran hidup sering kali bukan akibat dosa besar yang dilakukan seseorang, tetapi karena sikap hati yang tidak peduli terhadap panggilan Tuhan.
Orang yang bebal dan tak berpengalaman dalam ayat ini tidak digambarkan sebagai penjahat besar, melainkan sebagai orang yang menolak mendengarkan hikmat. Dengan kata lain, masalah mereka bukan ketidakmampuan untuk tahu yang benar, tetapi ketidakpedulian untuk melakukannya.
Ketidakpedulian adalah benih kecil yang bisa tumbuh menjadi kehancuran besar.
Banyak orang tidak menyadari bahwa hidup yang hancur tidak selalu dimulai dari keputusan besar yang salah, tetapi dari kebiasaan kecil untuk mengabaikan suara kebenaran. Awalnya hanya menunda waktu teduh, mengabaikan nasihat rohani, atau menolak teguran lembut. Lama-kelamaan, hati menjadi tumpul terhadap suara Tuhan, dan tanpa sadar seseorang melangkah jauh dari jalan yang benar.
Itulah sebabnya Amsal berkata bahwa orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya — bukan karena serangan musuh dari luar, tetapi karena kehancuran yang tumbuh dari dalam dirinya sendiri.
Hikmat selalu berseru. Dalam pasal ini, hikmat digambarkan seperti seorang wanita yang berteriak di jalan-jalan, memanggil setiap orang untuk memperhatikan dan mendengar. Tuhan tidak pernah diam. Ia terus berbicara melalui firman-Nya, melalui hati nurani, melalui teguran sahabat, bahkan melalui peristiwa sehari-hari.
Tetapi suara itu seringkali tenggelam karena kita terlalu sibuk, terlalu percaya diri, atau terlalu keras kepala untuk mendengar.
Di situlah awal kehancuran dimulai — ketika hati menjadi acuh terhadap panggilan hikmat.
Sebaliknya, orang yang mau mendengarkan hikmat akan tinggal dengan aman, terlindung, dan tanpa takut bahaya. Keamanan yang dimaksud bukan berarti hidup tanpa badai, melainkan ketenangan hati di tengah badai.
Dunia tampak menawarkan rasa aman yang semu — dari harta, relasi, atau jabatan — tetapi semua itu rapuh. Hanya mereka yang berjalan bersama Tuhan, yang menaruh hidupnya di bawah kebenaran firman, yang akan menemukan rasa aman sejati. Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, hati mereka tetap tenang karena tahu bahwa Tuhan menjadi perlindungan mereka.
Sikap peduli terhadap hikmat bukanlah soal kecerdasan, melainkan kerendahan hati. Orang yang rendah hati tahu bahwa ia butuh diarahkan, bahwa ia tidak cukup bijak untuk berjalan sendiri. Ia membuka telinga, ia mau belajar, ia menerima teguran, dan karena itulah hidupnya dituntun menuju keselamatan. Sebaliknya, orang yang keras hati merasa dirinya cukup tahu, tidak perlu diarahkan, dan akhirnya berjalan menuju kehancuran yang perlahan tapi pasti. Tidak peduli adalah bentuk kesombongan yang paling halus, tetapi paling berbahaya.
Hancur karena tidak peduli — itulah realitas banyak kehidupan yang sebenarnya tidak berniat jahat, hanya tidak memperhatikan. Tidak peduli terhadap peringatan, tidak peduli terhadap tanda-tanda bahaya, tidak peduli terhadap teguran yang penuh kasih. Padahal, hikmat Allah bukan untuk mengekang kita, melainkan untuk melindungi kita. Tuhan tahu arah hidup yang benar, dan Ia berbicara supaya kita tidak tersesat. Tetapi ketika suara itu kita abaikan, perlindungan pun perlahan menjauh.
Pada akhirnya, Amsal 1:32–33 membawa kita kepada Kristus, sumber hikmat sejati dari Allah. Di dalam diri-Nya ada kebenaran, keselamatan, dan perlindungan sejati. Menolak Kristus berarti menolak hikmat itu sendiri dan memilih jalan kehancuran. Namun ketika kita membuka hati dan mengikuti-Nya, kita berjalan dalam terang, terlindung dari bahaya yang tidak terlihat, dan hidup dalam damai sejahtera yang tidak terguncang.
Dunia mungkin menawarkan banyak suara, tetapi hanya satu yang membawa hidup — suara hikmat Tuhan yang memanggil kita untuk peduli.
Karena itu, jangan biarkan hati menjadi kebal terhadap suara hikmat. Dengarkan firman, tanggapi nasihat, dan buka hati terhadap teguran Tuhan. Jangan tunggu sampai semuanya runtuh baru kita sadar bahwa kita telah terlalu lama tidak peduli.
Setiap hari Tuhan masih berbicara, memanggil kita untuk kembali pada jalan yang benar. Dan siapa yang mau mendengarkan, akan tinggal dengan aman — bukan karena dunia menjadi tenang, tetapi karena Tuhan sendiri menjadi perlindungannya.
Hidup BISA hancur bukan karena badai,tetapi karena lalai.
