Neraca yang Jujur

Neraca yang Jujur



Amsal 11:11

Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat




Kejujuran sering kali diuji di tempat yang paling sepi.  Tidak selalu di hadapan orang banyak, melainkan dalam ruang pribadi di mana keputusan kecil menentukan arah besar hidup kita.  Amsal 11:1 berbicara tentang “neraca serong” dan “batu timbangan yang tepat” — gambaran sederhana yang ternyata menyentuh inti kehidupan rohani: kejujuran dan integritas.

Dalam kehidupan modern, kita mungkin tidak lagi memakai batu timbangan di pasar, tetapi kita semua masih memiliki “neraca” di hati.  Kita menimbang perkataan, keputusan, niat, dan tindakan kita setiap hari.  Kadang kita tergoda untuk sedikit “miringkan neraca” — menutupi kebenaran agar tidak menyinggung, menambah cerita agar terlihat lebih baik, atau memutar fakta demi keuntungan pribadi.

Dunia mungkin menyebutnya strategi atau diplomasi, tetapi Tuhan menyebutnya kekejian.

Kata “kekejian” mengandung intensitas emosi yang kuat.  Artinya, Tuhan tidak netral terhadap kecurangan.  Ia membencinya karena kecurangan menghancurkan tatanan yang Ia ciptakan — kepercayaan.  Di masyarakat mana pun, kepercayaan adalah fondasi.  Tanpa kejujuran, tidak ada relasi yang sehat, tidak ada bisnis yang berkelanjutan, dan tidak ada kesaksian Kristen yang bisa dipercaya.

Namun, ayat ini tidak hanya mengutuk yang salah, tetapi juga menunjukkan apa yang berkenan bagi Tuhan: “batu timbangan yang tepat.”  Ini menggambarkan seseorang yang jujur bahkan ketika tidak diawasi.  Orang yang hidupnya sama di depan orang lain dan di hadapan Tuhan.  Ia tidak berusaha menampilkan citra yang lebih saleh atau lebih berhasil dari yang sebenarnya.  Ia hidup apa adanya, bukan pura-pura.

Integritas seperti ini tidak tumbuh secara instan. Ia dibentuk melalui pilihan-pilihan kecil setiap hari — ketika kita memilih untuk berkata jujur meski sulit, bekerja benar meski tidak dilihat, dan tetap adil meski ada tekanan untuk curang.  Orang yang berintegritas tidak hidup demi pandangan manusia, tetapi demi senyum Tuhan.

Menariknya, dalam konteks Perjanjian Lama, batu timbangan bukan hanya alat ekonomi, tetapi juga simbol keadilan moral.  Maka, ketika Tuhan menuntut timbangan yang benar, Ia sedang memanggil umat-Nya untuk mencerminkan karakter-Nya sendiri.  Tuhan adalah Allah yang adil dan benar; Ia tidak bisa disenangkan oleh hidup yang tidak adil dan tidak benar.  Oleh karena itu, hidup dengan integritas bukan sekadar pilihan etis, tetapi tanggapan penyembahan terhadap siapa Allah itu.

Di zaman sekarang, “neraca serong” bisa muncul dalam bentuk laporan palsu, manipulasi data, klaim yang dilebihkan, atau bahkan sikap munafik rohani.  Semua itu mungkin tampak sepele atau bahkan wajar bagi banyak orang, tetapi di mata Tuhan, setiap bentuk ketidakjujuran adalah luka bagi kebenaran yang Ia kasihi.

Namun ada kabar baik: Tuhan bukan hanya Hakim atas kejujuran, tetapi juga Penolong bagi mereka yang mau hidup benar.

Ia sanggup meneguhkan hati yang ingin jujur, memberi keberanian bagi yang takut akan konsekuensi kebenaran, dan memulihkan mereka yang pernah jatuh dalam tipu daya.  Di tengah dunia yang sering menilai dari hasil, Tuhan melihat ke arah neraca hati kita.  Ia mencari batu timbangan yang tepat — bukan yang paling berat atau paling ringan, tetapi yang paling tulus.

Maka marilah hari ini kita memeriksa neraca kita. Apakah kita menimbang dengan benar dalam kata-kata kita, dalam keputusan kita, dalam cara kita memperlakukan orang lain? Sebab satu hal pasti: neraca yang jujur mungkin tidak selalu menguntungkan di mata dunia, tetapi selalu berkenan di mata Tuhan.

Integritas adalah batu timbangan yang membuat hidup kita berkenan di hadapan Tuhan.

Lukas Onggo Wijaya

A Happy learner, a happy reader, and a happy writer

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Recent in Technology