Murah Hati, Namun Berhikmat

Murah Hati, Namun Berhikmat



Amsal 6:1-5

1 Hai anakku, jikalau engkau telah menjadi penanggung bagi sesamamu, dan telah memberikan tanganmu bagi orang lain,
2 kalau engkau terjerat oleh perkataan mulutmu, tertangkap oleh perkataan mulutmu,
3 buatlah begini, hai anakku, dan lepaskanlah dirimu, sebab engkau telah masuk ke dalam tangan sesamamu: pergilah, rendahkanlah dirimu, dan desaklah sesamamu itu;
4 janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk;
5 lepaskanlah dirimu seperti kijang yang terlepas dari tangan pemburu, seperti burung yang terlepas dari tangan pemikat.




Ada kalanya manusia hidup seolah-olah Tuhan tidak melihat.  Kita berpikir bahwa selama orang lain tidak tahu, selama kesalahan itu tersembunyi rapi, semuanya akan baik-baik saja.

Namun, Amsal 5:21 dengan lembut namun tegas mengingatkan: setiap langkah hidup manusia berada di depan mata Tuhan.  Tidak ada lorong gelap yang terlalu gelap bagi pandangan-Nya, tidak ada rahasia yang terlalu dalam bagi pengetahuan-Nya.  Ia melihat, Ia menimbang, dan Ia peduli.

Salomo menulis ayat ini bukan dalam konteks ancaman, melainkan sebagai peringatan kasih.  Ia tahu betapa mudahnya hati manusia tergelincir oleh keinginan sesaat.  Dalam pasal ini, ia berbicara tentang godaan perempuan asing—sebuah simbol dari segala bentuk kenikmatan terlarang yang menjauhkan manusia dari kesetiaan kepada Tuhan.  Di dunia modern, “perempuan asing” itu bisa berupa apapun: keserakahan, ketamakan, keinginan untuk terlihat sempurna, atau dorongan untuk hidup sesuka hati.  Semua itu tampak manis pada awalnya, tetapi pada akhirnya membawa kepahitan.

Namun di tengah semua itu, ayat 21 datang seperti cahaya penuntun: “Sebab jalan orang berada di depan mata TUHAN.”  Ini bukan sekadar kata pengawasan, tetapi kata yang sarat dengan kasih.

 

Tuhan tidak hanya “melihat untuk menghukum,” tetapi melihat agar dapat menuntun.

Seperti seorang ayah yang memperhatikan langkah anak kecilnya agar tidak tersandung, demikianlah Tuhan memperhatikan jalan hidup kita.  Ia tahu setiap persimpangan yang kita hadapi, setiap keputusan yang membuat kita ragu, dan setiap langkah yang nyaris salah arah.

Bayangkan sejenak: setiap keputusan, baik yang kita buat di ruang kerja, di keluarga, maupun di batin kita yang terdalam—semuanya berada di hadapan mata Tuhan.  Pandangan itu bukanlah tatapan dingin, melainkan tatapan kasih yang ingin membimbing.  Ketika kita berjalan di jalan yang salah, Ia menatap dengan panggilan lembut: “Kembalilah, anak-Ku.” Ketika kita memilih kebenaran meski sulit, Ia melihat dengan sukacita: “Itulah jalan-Ku.”

Kesadaran akan mata Tuhan yang selalu memperhatikan dapat menumbuhkan dua hal dalam diri kita.  Pertama, rasa takut akan Tuhan—bukan takut karena terancam, melainkan hormat karena tahu bahwa hidup kita tidak pernah lepas dari perhatian-Nya.  Kedua, rasa aman, sebab kita tahu kita tidak pernah berjalan sendirian.

 

Bahkan di jalan yang sunyi dan sulit, mata Tuhan tetap memandang kita dengan kasih yang tak berkesudahan.

Hidup yang disadari di hadapan mata Tuhan (dalam bahasa Latin dikenal sebagai coram Deo) berarti hidup dengan kejujuran rohani.  Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kehidupan ganda.  Apa yang kita lakukan di depan orang lain sama tulusnya dengan apa yang kita lakukan di hadapan Tuhan.  Orang yang menyadari pengawasan Tuhan akan berhenti berlari dari kebenaran, dan mulai berlari kepada kasih karunia.

Hari ini, renungkanlah: di mana jalan hidupmu saat ini?  Apakah engkau sedang menapaki jalan yang Tuhan lihat dengan sukacita, ataukah jalan yang membuat hati-Nya sedih?  Tuhan tidak mengawasi untuk menjatuhkan, tetapi untuk menuntunmu kembali ke arah yang benar.  Setiap langkah kecil menuju pertobatan adalah langkah yang disambut dengan senyuman surgawi.

Maka, berjalanlah dengan hati yang terbuka di hadapan Tuhan.  Biarlah setiap keputusan, setiap kata, dan setiap niat hati diperhatikan oleh Dia yang melihat segalanya—bukan karena kita takut dihukum, tetapi karena kita ingin hidup dalam kasih dan kebenaran-Nya.  Di hadapan mata Tuhan, setiap langkah yang benar menjadi penyembahan, dan setiap langkah yang salah dapat menjadi awal dari pemulihan.

Kasih yang sejati selalu berjalan seiring dengan hikmat, bukan dengan kecerobohan.

Lukas Onggo Wijaya

A Happy learner, a happy reader, and a happy writer

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Recent in Technology